26 Maret 2008

Masih Dikota Tua

birunya langit kota tua, menambah gagah penampilan wajahnya. hilir mudik disekelilingnya, tak sekalipun melunturkan kemegahannya. disinilah mungkin, kicau itu akan bernyani lagi dan menyertai para pejalan di esok hari. (foto:S Hadi)

kota kita


bergabunglah dalam barisan anak perduli bangsa, partisipasi anda kami tunggu. ini bukan probaganda tapi keperdulian terhadap bangsa ini, yang tentu butuh perhatian kaum muda.
(foto:S Hadi)

04 Maret 2008

MARI TERSENYUM

MUMPUNG GRATIS
Siang itu seorang lelaki muda, tampak kelelahan. setelah beberapa lama keliling ngamen. lelah itupun bercampur dongkol, soalnya sampai tengah hari belum juga dapat hasil lumayan. sampailah dia di pertokoan. namun masih juga nihi. setiap toko yang didatanginya selalu memajang tulisan atau pengumuman bahwa ngamen hanya ada pada hari tertentu saja. misal ngamen senin, selasa, rabu dan seterusnya, namun tak ada yang nyebut ngamen hari itu yaitu jumat. sampailah dia di ujung pertokoan, di sana tertulis ngamen gratis. dia pun nggeloyor pergi, namun sesaat kemudian kembali dan langsung memainkan sebuah lagu. setelah memastikan pengumuman yang tertera bahwa ngamen gratis.
pemilik toko yang seorang wanita itupun langsung menghampirinya.
"Mas gak pernah makan bangku sekolahan ya."
"Keras mbak." jawabnya singkat.
"Gak bisa baca?"
"Jelek-jelek gini lulusan SMU Negri."
"Kok masih ngamen."
"Mumpung gratis mbak. dari pada bayar."
Sontak wanita itupun terdiam sedikit anyel dan terpaksa menikmati suara lelaki yang jauh dari merdu
Mas Alwi

SEKITAR KITA


Budaya Itu Bernama Honda
Manusia adalah mahluk yang berbudaya, berbudhi dan berdaya upaya. Tidak seorangpun di dunia ini yang tidak berbudaya, karena sudah menjadi sifat dasar manusia saling tergantung dengan yang lain. Ketergantungan terhadap yang lain, baik itu sesama manusia maupun semesta dan isinya inilah yang kemudian menghadirkan kebiasaan demi kebiasaan. Kebiasaan yang hadir dalam diri dan juga hadir dalam sekelompok orang.
Secara sederhana, kita mengenal budaya sebagai kebiasaan yang telah disepakati atau terlegitimasi oleh banyak orang atau umum, baik itu secara sengaja disepakati dan diagendakan maupun sesuatu yang benar-benar bersumber dari kebiasaan semata. Tentu saja kebiasaan-kebiasaan yang muncul dalam kehidupan manusia merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, baik itu dari segi moral ataupun material. Bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang telah menjadi mimpi setiap manusia.
Budaya itu sendiri berasal dari bahasa sangsekerta yaitu buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari budhi (budi atau akal), berarti sesuatu yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Budaya dalam istilah inggris disebut culture berasal dari kata latin colore yaitu mengolah atau mengajarkan (Wikipedia.com/24-02-2008).
Menurut Edward B. Tylor, yang dimaksud dengan budaya adalah keseluruhan yang komplek, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian moral, hukum adat istiadat dan kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sementara Soemardjan dan soelaiman soemardi berpandangan bahwa kebudayaan adalah sarana, hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. (wikipedia.com/24-02-2008).
Memperhatikan penjelasan di atas, bisa diambil pengertian bahwa hasil dari budaya atau kebudayaan bukan hanya sesuatu yang bersifat seni atau bentuk kerajinan semata, seperti kebanyakan masyarakat umum tahu. Melainkan cipta karsa dan karya masyarakat yang bertujuan untuk kemaslakhatan dan kemakmuran bersama. Tentu saja hal itu bisa saja berupa bahasa, perilaku, tatanan kehidupan sampai hasil teknologi yang dicapai. Seperti yang telah dikatakan Melvile J. Herskovits, bahwa kebudayaan memiliki empat unsur pokok yaitu: alat teknologi, system ekonomi, keluarga dan kekuasaan politik. (Wikipedia.Com).
Dengan beragamnya suku bangsa, ras dan bahasa tentu saja akan menambah semakin kompleks kebudayaan yang ada, berarti pula semakin banyak pula kebiasaan yang kuat dengan cirikhasnya masing-masing. Hal itu dikarenakan dorongan kebutuhan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan itulah yang kemudian bisa menandai dan menjadi pertanda khusus bagi satu dan lainnya. Karena antara masyarakat satu dengan lainnya pastilah akan mempunyai symbol yang berbeda, namun ada pula yang sama. Misalkan di satu tempat, mengangguk merupakan pertanda setuju atau mengiyakan, namun di tempat lain hal itu bisa saja bermakna sebaliknya.
Tidak perlu jauh-jauh mengambil contoh, cukup di negri ini saja. Berbagai macam suku bangsa, ras dan juga kebiasaan mengisi seantero Indonesia. Bahkan untuk satu suku Jawa saja bisa memiliki bentuk keragaman budaya yang bisa saja berbeda satu dan lainnya. Hal itu bisa saja dipengaruhi masalah geografis masyarakat ataupun kebiasaan yang telah turun-menurun dipercayai kebenarannya. Missal yang sederhana yaitu, tentang logat dan beberapa istilah yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Banyumasan dengan ngapaknya, Yogyakarta dominant fokal “O” nya, pesisiran pantura dengan “E” nya dan masih banyak lagi. Selain itu ada juga istilah-istilah yang hanya dipahami masyarakat tertentu saja, meskipun sama-sama Jawa. Karena hadirnya satu istilah tertentu di satu tempat tertentu, terkadang di bagian lain istilah itu tidak digunakan atau bahkan memang tidak pernah ada.
Selain contoh sederhana di atas, mungkin kita bisa mengambil hal lain yang merupakan produk budaya. Seperti trasportasi dan juga alat-alat transportasinya. Dewasa ini, berbagai macam alat transportasi telah banyak ditawarkan, dari darat laut dan juga udara. Sebuah simbol budaya yang pada beberapa dasarwarsa lalu kurang marak bahkan terkesan mewah dan mimpi saja. Salah satunya adalah alat transportsi darat yang kini bisa dimiliki masyarakat luas secara mudah dan semakin terjangkau, yaitu kendaraan bermotor. Semakin kedepan paket hemat dan murah mudah didapat masyarakat, sehingga kepemilikan akan kendaraan pribadi seolah menjadi kebutuhan. Karena itu pulalah pola hidup dan pandang masyarakatpun lambat laun berubah, tidak lagi menganggap kendaraan bermotor sebagai barang mewah, melainkan seperti telah disebutkan yaitu kebutuhan yang harus terpenuhi.
Merek atau Jenis Produk
Cukup banyak produsen kendaraan bermotor yang bermain dan mencoba peruntungannya di Nusantara ini, dengan segala merek dan jenisnya, baik itu jenis roda empat maupun roda dua. Baik itu mewah maupun kendaraan keluarga yang tentunya murah meriah. Berbagai macam merek itu terus saja bersaing untuk mendapatkan sepotong kecil kue keuntungan dengan berbagai macam kiat dan cara untuk menarik konsumen sebanyak mungkin. Segala macam cara dilakukan, pengiklanan dioptimalkan. Diskon, kridit dan juga iming-iming hadiah, dari yang langsung sampai undianpun ditawarkan. Sehingga pola pandang masyarakat benar-benar bergeser dengan segala kemudahan itu. Benar juga, lambat laun pola pikir itu bergeser juga dan kebutuhan itu bertambah juga, yaitu dengan kepemilikan kendaraan pribadi. Bahkan sekian hari semakin banyak saja produsen yang mencoba peruntungan itu. Sehingga semakin banyak merek berseliweran dan semakin banyak pula pilihan serta kemudahan.
Dari sekian banyak merek yang hadir dan bermain, baik itu merek luar dan hadir utuh ke negeri ini, merek luar yang produksi atau rakit disini sampai merek yang mengatasnamakan karya pribumi, hanya ada beberapa merek yang betul-betul menyatu dalam kehidupan masyarakat. Dari yang sedikit itu berkibarlah nama Honda sebagai merek yang benar-benar teruji mampu membumi di ranah Nusantara.
Tidak perlu diperjelas lagi, mulai kapan, bagaimana dan seberapa besar kiprah Honda di Indonesia. Kebanyakan orang mungkin hanya akan menjawab “sudah lama”, jika di suguhi pertanyaan, sejak kapan Honda menancapkan benderanya di ranah Nusantara ini. Merekapun akan menjawab “Honda”, bila disodori pertanyaan “kendaraan bermotor roda dua disebut apa?”. Memang hal itu tidak terjadi di setiap tempat di Nusantara ini, melainkan di sepenggal daerah di Indonesia, seperti di Jawa, khususnya Magelang dan sekitarnya.
Di daerah tersebut Honda tidak lagi dikenal sebagai brend atau merek sebuah produk sepeda motor, melainkan sebagai motor itu sendiri. Hal itu juga berarti bahwa sepeda motor adalah Honda dan Honda adalah sepda motor, tanpa melihat merek yang tertera dalam prodak sepeda motor itu sendiri. Bahkan ada satu hal yang cukup unik untuk diungkap, yaitu ketika mereka disodori pertanyaan tentang apa merek sepeda motornya, maka mereka akan spontan tergagap atau bahkan menjawab “aku tak punya”, meskipun sebanrnya mereka punya. Sebab asumsi mereka bahwa motor atau juga dieja montor berarti mobil dalam artian umum. Sementara ketika mereka disodori pertanyaan “apa Hondamu?” maka dengan spontan mereka akan menyebutkan farian atau merek sepeda motor yang mereka punya. Tidak perduli itu farian Honda ataupun merek lain. Misalkan Honda Supra, Honda Gren, Honda Karisma atau merek lain mengikuti dibelakangnya, Honda titik-titik.
Tidak pernah tahu sejak kapan fenomena ini terjadi, namun yang pasti hal ini bisa membuktikan bahwa Honda telah melekat erat dalam kehidupan masyarakat. Meskipun mungkin bukan merek Honda yang pertama hadir di lingkungan masyarakat tersebut. Namun setidknya Hondalah yang pertama mengena di hati masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Terbukti sampai saat ini penyebutan Honda sebagai ungkapan pengganti sepeda motor di sebagian masyarakat masih berlaku dan digunakan, mungkin tidak akan luntur dalam kurun beberapa waktu kedepan. Tidak tahu pula ini unsure kebetulan atau memang setrategi bisnis pabrikan untuk mendapatkan pasar. Namun diduga itu merupakan sebuah kebetulan, karena memang demikianlah kebiasaan sebagian masyarakat setempat. Meskipun begitu, diduga pula pabrikan berperan juga dalam membentuk asumsi masyarakat menjadi seperti itu. Setidaknya hal itu terjadi bisa dikarenakan produk inilah yang pertama bisa dimiliki masyarakat umum dengan hanya merogoh kantong tidak cukup dalam. Sehingga produk tersebut dengan mudah memasyarakat dan terkengingang di benak orang-orangnya.
Fonomena ini bisa membuktikan bahwa, ada satu bentuk budaya atau kebiasaan yang kini hadir dalam kehidupan atau di balik penggunaan istilah tersebut sebagai pengganti kata sepeda motor. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa dengan menyebut kata Honda, orang akan paham bahwa yang dimaksud adalah sepeda motor. Memang kasus seperti itu tidak hanya terjadi pada merek pabrikan Honda saja dan bukan suatu hal yang istimewa, sebab penyebutan serupa itu juga tejadi pada produk lain. Misalkan penyebutan ankutan berjenis mini bus sebagai KOPATA, penyebutan pompa air dengan merek tertentu, penyebutan angkot dengan merek mobil tertentu dan sebagainya dan sebagainya. Meskipun sederhana, namun hal ini bisa sangat berguna dalam kehidupan masyarakat secara umum. Sesab hal seperti itu atau serupa itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi seseorang atau kelompok masyarakat tertentu.
Sekarang siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan fenomena tersebut, pabrikankah atau masyarakat umum. Pada dasarnya keduanya diuntungkan karena hal itu. Bagi masyarakat umum hal itu bisa dijadikan sebagai identitas diri seperti yang telah diuraikan dan bagi pabrikan setidaknya hal itu bisa digunakan sebagai sarana untuk iklan yang tentu saja murah meriah.
Kebutuhan atau Gaya
Alat transportasi apapun jenisnya, selain kebutuhan bagi masyarakat juga bisa merupakan prestise bagi golongan tertentu. Hal itu terjadi bukan hanya di era ini saja namun juga jauh sebelum masa ini berlangsung. Bahkan dipercaya oleh masyarakat Jawa bahwa tolok ukur kesuksesan seseorang bisa dilihat dari empat hal yaitu, pangan, sandang, papan dan tunggangan ( pangan, pakaian, tempat tinggal dan kendaraan atau alat transportasi). Orang belum dikatakan benar-benar sukses atau makmur sebelum empat hal itu terpenuhi dengan sempurna. Hal tersebut juga berarti bahwa setrata sosial seseorang bisa naik dengan tercukupinya semua elemen tersebut. Tentu saja apa bila kesemuanya ditinjau dari segi materi.
Bagi orang Jawa, seseorang belum dikatakan sukses atau makmur dalam arti sempurna apa bila hal tersebut tidak terpenuhi. Misalkan seseorang hanya kecukupan sandang, pangan dan papan, tentulah strata sosialnya di bawah dari orang yang telah berkendaraan. Sedangkan oarang yang hanya bisa mencukupi sandang dan pangannya saja, bisa dikatakan bahwa orang itu tergolong kekurangan. Sementara yang hanya memenuhi tiga elemen pokoknya saja maka kesejahteraannya dikata belumlah lengkap.
Memperhatikan penjelasan tersebut di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa kendaraan berpengaruh terhadap strata social seseorang. Namun dewasa ini, setelah semuanya bisa di raih dengan mudah, seperti dengan kredit kendaraan, maka pola itu sedikit bergeser. Kebutuhan kendaraan akhirnya bisa pula di sandingkan dengan gaya hidup. Sehingga merek terkenal yang akhirnya menjadi tolok ukurnya. Hal serupa itulah yang kemudian terjadi pada produk pabirikan Honda di negri ini. Setidaknya masyarakat umum akan menganggap biasa saja bila kendaraan yang dimilikinya bermerek lain selain Honda atau Honda yang bukan Honda. Meskipun secara teknologi, disain, harga, nyaris sama atau hampir sama.
Diduga paradikma itulah yang berkembang dan lebih memayarakat. Sehingga masyarakat merasa telah sehati dengan satu merek yang tentu saja telah terpercaya bagi sebagian besar mereka. Terlebih saat buta aksara mulai pudar dari kalangan masyarakat Indonesia, merekapun bisa memilih mana Honda yang Honda dan mana Honda yang bukan Honda dengan membacanya. Sehingga perkembangannya Honda-pun jauh bisa lebih mengakar lagi.
Setelah era sepeda motor sebagai ukuran kesuksesan, khususnya untuk masyarakat menengah ke bawah. Kini sepeda motorpun masuk pada era kebutuhan dan mereklah yang kini menentukan tolok ukur social tersebut. Seiring dengan hal itu, Kini Honda-pun hadir sebagai gaya hidup yang cukup elegan. Dipercaya oleh sebagian besar masyarakat, diantara merek-merek lain yang semakin merebak dan kompetitif. Sebagian masyarakat itu masih saja percaya atau mempercayakan Honda yang benar-benar Honda sebagai penanda identitas yang elegan dan bergaya.
Urian di atas menunjukkan bahwa memang produk, ekonomi dan juga kebiasaan seseorang merupakan bentuk kebudayaan yang tidak bisa dinafikan keberadaannya. Sementara prodak-prodak mutakhir saat ini bisa diplot sebagai simbolisasi kebudayaan modern secara umu.

03 Maret 2008

Kata Hati

Janganlah kamu bangga dengan pemberian atau memberi orang, kecuali bila itu hadiah atau pinjaman. Sebab ketika kamu bangga akan pemberian orang maka kamu bangga menjadi yang dikasihani dan bila bangga saat memberi orang saat itulah kamu jadi sosok sombong dan tak lagi berbudi. Sementara jika kamu menerima hadiah maka saat itulah kamu berprestasi dan saat kamu memberikan hadiah maka kamu menghargai prestasi orang. Apabila kamu menerima pemberian pinjaman orang saat itulah kamu dapat kperecayaan lebih, ketika kamu memberi pinjaman kepada orang saat itulah kamu mampu mempercayaai.
Mas Alwi

02 Maret 2008

Waktunya Mengangkasa

Dari tempat kita duduk pastilah bulan bintang terasa sangat jauh. Mungkin saja tangan kita takkan mampu menjangkaunya. Namun pastilah angan kita bisa dengan leluasa merengkuh semua itu, dengan sekejap dan tanpa harus bersusah payah mencucurkan keringat atau membuang asa kita terlalu jauh. Cukup duduk dan terus duduk atau bila perlu tidur dan bermimpilah. Pastilah ujung langit yang paling jauhpun dengan sekejap telah berdiri tunduk di pelupuk mata. Tapi bila memang itu yang ingin kita lakukan, tentu saja kita akan benar-benar tertinggal jauh, waktu kita terbangun nanti atau terjaga dari angan panjang kita. Oleh sebab itu akan sangat indah bila realistis saja. terima adanya dan bersiaplah mengangkasa dengan segenap kemampuan kita, yang tentu telah dinanti seribu purnama.
Mas Alwi